"Lewat Djam Malam" Harta Karun Perfilman Indonesia

October 22, 2012

Sebuah film klasik Indonesia yang berjudul “Lewat Djam Malam” mendapat apresiasi yang sangat baik dan sangat digemari di Inggris. Dalam acara London Film Festival ke-56 yang diadakan British Film Institute (BFI) di Southbank, London, film arahan Usmar Ismail itu mendapat apresiasi.  

Pada kesempatan tersebut Prof Matthew Isaac Cohen dari Royal Holloway, University of London mengatakan proses restorasi film `Lewat Djam Malam` yang dalam bahasa Inggris disebut ‘After the Curfew’ sangat bagus, karena memang menelan biaya yang tidak sedikit.

Lebih dari 100 pengemar film di London menikmati film terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1955 itu. ‘Lewat Djam Malam’ telah mengalami proses restorasi di Laboratorium L`Immagine Ritrovata, Bologna, Italia dan sengaja diputar di London Film Festival yang menampilkan film terbaik dari berbagai negara yang berlangsung dari tanggal 10-21 Oktober 2012.

‘Lewat Djam Malam’ berhasil direstorasi oleh World Cinema Foundation (WCF) yayasan milik sutradara Martin Scorsese yang bekerjasama dengan National Museum of Singapore (NMS). Menurut Matthew,  hasil karya Usmar Ismail sangat menyentuh. Hal ini dilatarbelakangi Usmar Ismail yang pernah belajar tentang film di Amerika yang menjadi kiblat dalam industri film dunia.

Biaya restorasi film ‘Lewat Djam Malam’ mencapai 200.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 1,4 miliar dan dibiayai oleh NMS.

Asrul Sani adalah penulis naskah cerita dan skenario film yang dikenal sebagai filmmaker dan sastrawan besar di tanah air, dalam naskahnya mengedepankan cerita tentang konflik personal seorang tentara bernama Iskandar yang diperankan oleh AN Aclaff setelah keluar dari kehidupan militer dan kembali ke dunia normal. Dalam perannya sebagai Iskandar, A.N. Alcaff terpilih sebagai aktor terbaik Festival Film Indonesia (FFI) pada tahun 1955. Film tersebut berlatar di Bandung, sepuluh tahun setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaan. Saat itu, situasi sosial dan politik masih tidak menentu, dan tentara memberlakukan aturan jam malam.

Film ini menggambarkan sifat tiap-tiap manusia yang sangat lengkap. Dimana tiap-tiap orang berusaha memenuhi kepentingannya sendiri, tanpa lagi memikirkan orang lain yang ada di sekitarnya. Hingga kini pun, begitulah sifat manusia yang secara sadar atau tidak melekat pada diri masing-masing. Bahkan saat film ini sudah dibuat sepuluh tahun setelah kemerdekaan negara, Indonesia sudah kenal yang namanya korupsi dan nepotisme. 

Sebelumnya, film ini juga diputar di National Museum of Singapore, dan di sesi Cannes Classics di Festival Film Cannes, Perancis, pada bulan Mei lalu. Film ini sudah direstorasi dan sangat direkomendasikan untuk ditonton dan tak ada yang bisa menampik bahwa film ini telah menjadi harta karun perfilman Indonesia. Untuk yang penasaran atau yang belum tahu cerita film tersebut, berikut adalah trailernya.

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook