Kalau duduk di bus kota, kita sering mendenger lantunan musik live dari beberapa pengamen yang menumpang di bus tersebut. Pengalaman itu sering saya temui ketika saya masih di bangku sekolah. Namun kini, hal tersebut jarang bahkan hampir tidak pernah saya temui. Bukan tidak ada pengamen namun tidak adanya atau jarangnya pengamen membawakan lagu-lagu daerah yang sering saya dengar dulu.

Sebagai anak bangsa, rasa miris bahkan terkadang prihatin atas hal tersebut. Pergeseran budaya di Indonesia memang kian terlihat jelas. Pergeseran itu terlihat mulai jarangnya bahkan hampir tidak pernah saya melihat anak-anak usia sekolah menyanyikan lagu-lagu daerah dan lagu-lagu nasional. Yang paling ironis adalah ketika ada anak yang duduk di sekolah dasar menyanyikan lagu "Iwak Peyek" ala 3 Macan.

Lagu cinta yang umumnya di perdendangkan oleh sebagian besar penyanyi memang menjadi daya tarik tersendiri bahkan menjadi minat untuk para musisi meraup keuntungan dengan lagu yang akan menjadi hits. Lagu putus cinta, perselingkuhan sampai jatuh cinta dengan kata-kata seronok seolah menjadi lahan pundi-pundi tersendiri bagi para musisi sampai mereka lupa akan etika dan dampak sosial yang akan timbul.

Saya tidak akan membahas hal tersebut di dalam blog saya. Saya hanya akan memberikan informasi kepada teman-teman bahwa mencintai budaya itu bukanlah hal yang primitif. Bahkan dengan bangga kita harus menciptakan dan melestarikan generasi yang cinta akan tanah airnya yang senantiasa memelihara budayanya. Video berikut adalah lagu Ole Sioh dari Maluku yang dinyanyikan oleh nona-noni Belanda dari group band Van Dijck live di Museum Maluku Netherland.

Guys, kalau mereka dengan bangga dan dengan nada fasih menyanyikan lagu tersebut. Kenapa kita sebagai anak bangsa yang dianugrahi begitu banyak budaya dengan keragamannya malah malu? Yuk jadi anak bangsa yang membanggakan yang selalu bangga akan jati dirinya sebagai anak bangsa Indonesia!