Tak Seperti Dahulu

May 25, 2011

Siang ini aku mencoba untuk browsing teman-teman ku yang bertengger di friend list facebookku. Memperhatikan satu per satu wajah-wajah yang tak asing bagi ku walaupun ada banyak juga yang telah berubah dari mereka. Ketika masih sekolah berwajah imut, sekarang menjadi amit hehehe.... Ada yang dulu kurus, sekarang jadi gemuk begitu pula sebaliknya.

Selama 30 menit lamanya aku menelusuri memperhatikan wajah demi wajah yang terpampang di foto profil milik teman-temanku. Berbagai ekspresi dan wajah dengan berbagai makna yang tersirat seolah nampak jelas. Di mulai dari senyum tipis sampai senyum lebar dan terbahak menghiasi wajahku ketika melihat foto-foto itu. Tak lama pencarianku terhenti pada sebuah foto yang tak asing bagiku.

Ku temui sebuah wajah lembut dengan sejuta kharisma tergurat di wajah orang tersebut. Wajah itu memang tak asing bagiku. Wajah yang selalu menemani hari-hariku. Wajah yang selalu menyertai langkah dari setiap jejak kaki ku. Wajah yang pernah aku sebut sebagai kekasih hatiku. Entah sudah berapa lama aku tak melihat wajah lembut itu. Tak terasa sudah 5 tahun lebih aku terpisahkan jarak oleh nya.

Tak rela hanya melihat sebuah foto profil saja. Aku mencoba membuka album-album foto yang terpampang di facebook milik teman dekatku. Satu per satu, helai demi helai kubuka foto miliknya. For info namanya Arie. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Sejenak angan ku melayang pada sebuah pengalaman ketika kami masih bersama.

Aku dan Arie memang tak satu sekolah ketika itu. Kami bertemu karena temanku adalah teman satu sekolah dengan Arie. Perkenalan yang singkat tak membuat aku merasa canggung dan risih. Sikapnya yang terbuka membuat aku merasa nyaman bersamanya.

Dia adalah paket super hemat yang kumplit bagiku. Selain kekasih dia adalah guru terbaikku saat belajar. Tak heran karena dia memang murid yang pintar. Ini terbukti karena saat ini dia dapat menyelesaikan gelar sarjananya di luar negeri dengan program beasiswa yang diperolehnya dan saat ini dia sedang menyelesaikan program masternya juga dengan program beasiswa. Dan yang paling penting adalah dia selalu menjadi motivator bagi ku.

Otak pintar tak membuat Arie menjadi seorang yang berpenampilan aneh dengan predikat 'Kutu Buku'. Dia termasuk seorang yang sangat menyukai seni. Akhir pekan juga merupakan acara nongkrong yang sangat menyenangkan apalagi kalau harus berlama-lama duduk di depan kampus Lia di jalan Pramuka sambil menikmati somai favoritenya. Satu porsi mungkin tak akan cukup baginya, bisa dua, tiga bahkan empat porsi hehehe...

Angan ku pada sosok Arie seolah terhempas ketika harus menemukan sebuah foto dirinya yang sedang berpelukan mesra dengan seorang perempuan cantik. Melihat foto itu hati dan jantungku seolah terhempas. Entah apa yang aku rasakan hari ini. Haruskah aku bahagia melihatnya bersama dengan seorang gadis, tapi sebagai sesama perempuan kenapa hatiku merasa sakit?

Aku dan Arie memang pernah berpacaran. Kami menjalin hubungan selama setahun. Kami memutuskan untuk berpisah sementara selama dia berada di Amerika. Walaupun telah berpisah namun komunikasi diantara kami tetap terjalin. Dan satu hal yang tak pernah dapat aku lupakan adalah ketika dia mengucap janji setianya untuk ku. Aku yang masih menjaga hati untuk tetap mencintainya harus menerima kenyataan bahwa orang yang selama ini aku tunggu telah berpaling dariku. Melihat hal ini aku mencoba untuk meredam sedikit kerinduanku padanya. Dan ku putuskan untuk mencari informasi lanjut mengenai perempuan itu. Untuk melancarkan tujuanku dengan hasil yang sempurna aku mulai menilik kembali buku diary teman curhat setiaku setelah Tuhan.

Membolak balik lembar demi lembar akan kisah perjalanan cintaku bersama Arie membuat hatiku galau. Dadaku seolah sesak. Tuhan apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku menerima kenyataan dan melepasnya untuk perempuan lain? Tuhan maafkan aku karena telah menempatkan dirinya di hatiku sehingga aku menempatkan dirimu di posisi kedua setelah dirinya Tuhan. Haruskah aku menyesal akan penantian kosongku Tuhan. Melihat hal ini tak hanya bola mataku yang menangis tetapi hati dan fikiranku juga. Kenapa indah yang ku rasakan kini harus berakhir sudah.

Dua minggu sudah berlalu, namun rasa terkejut yang aku rasa ketika melihat foto itu tak kunjung mereda. Hati yang bergetar seolah tak mau pergi menghingapiku. Dua minggu sudah aku mengurung diriku dari keramaian orang di sekelilingku. Untuk mereka para pekerja di kantor memang tak akan mungkin dapat melakukan hal yang sama sepertiku. Syukurnya aku bekerja untuk diriku sendiri di butik mungil milikku.

Tak ingin berlama-lama dalam kesedihan akhirnya aku memutuskan untuk mencari jawaban atas tumpukan pertanyaanku. Aku mulai mempaesiapkan segala keperluanku untuk aku berangkat ke Amerika. Apa pun hasilnya kelak aku mencoba untuk bijak dan menerima semua konsekuensi dari jawaban yang ku dapat. Walau demikian aku tetap ingin mendapatkan jawaban yang akan berpihak kepadaku.

Berbekal alamat yang pernah Arie kirimkan kepadaku melalui email, aku terbang untuk menjemput nasib cintaku. Tak ada jawaban pasti yang bergetar dalam jiwaku, semua seolah tak pasti dan membuatku ragu. Tapi aku yakin akan ada jalan bagiku, apapun yang terjadi aku harus kuat dan pasrah pada Tuhan.

Pagi ini tepat aku menginjakkan kakiku di kota yang sangat sesak dengan penduduk. Kota ini adalah tempat dimana aku akan mendapatkan jawaban atas cintaku. Amerika memang sangat terkenal dengan New York-nya. Ya di sinilah aku akan mendapat jawaban atas takdir cintaku. Tak ingin membuang waktu terlalu lama aku sampai di sebuah perumahan 2nd Ave.

Tak terlalu sulit bagiku menemukan tempat yang ku tuju, hanya dengan penggunakan peta dan alamat yang detail, maka aku dapat menemukan tempat ini. Saat ini aku berada di depan rumah Arie. Dengan tangan gemetar aku mengetuk pintu tersebut. Sambil menunggu, aku berharap mendapat jawaban yang sangat menguntungkanku. Betapa tidak? aku juga tidak ingin semua yang aku lakukan menjadi sia-sia semata.

5 menit adalah waktu yang tidak terlalu lama untuk menunggu, tapi sangat lama bagiku yang sedang dirundung kegalauan. Tak lama seorang wanita muda membuka pintu dan menyapaku dengan ramah. Mengetahuai hal ini aku langsung terkejut. Aku yang kini mencari kekasihku tapi harus dikejutkan oleh wanita muda nan cantik berada dalam rumah kekasihku.

Nama wanita itu adalah Katherine, dia adalah orang yang aku lihat berpelukan dengan Arie kekasihku. Dengan menghembuskan nafas panjang aku memperkenalkan diri. Katherine adalah wanita keturunan blesteran Amerika ini mempersialahkan aku untuk masuk.

Aku yang masih harus menunggu karena Arie yang sedang tidak ada di rumah saat itu. Selama dua jam aku dan katherine mengobrol. Rasa risih, enggan bahkan malu menghantuiku. Tak lama kemudian seseorang masuk dengan ditandai bunyi pintu yang terbuka. Saat ini tak ada keyakinan di hatiku untuk mendapatkan jawaban sesuai yang aku inginkan.

Seorang pria muda menghampiri kami, dan dapat dipastikan itu adalah Arie. Sekali lagi aku harus menarik nafas panjang, ku tegakkan kepalaku untuk melakas mendapatkan apa yang aku inginkan. Melihat keberadaanku Arie terkejut. Warna merah padam menghiasi wajahnya, rasa kikuk, canggung bahakan gugup terhias dalam prilakunya. Saat itu aku hanya bisa menahan tangisku, setelah kudapati cincin putih melingkar di jarinya. Tuhan inikah jawaban yang harus aku terima, inikah kenyataan cinta yang harus aku dapatkan? (bisik hatiku).

"Sayang kok lama sekali? Julie sudah menunggu dari tadi loh!" Ucap Katherine memecah kebisuan kami.

"Iya tadi ada meeting sedikit, kamu udah minum obatnya belum?" Tanya Arie sambil memeluk Katherine yang membuat hatiku seolah teriris-iris. Kupegangi dadaku dengan tangan kananku menyiratkan bahwa hatiku terluka. 15 menit kemudian Katherine meminta izin untuk keluar rumah, namun Arie memegang tangan Katherine dengan erat sambil berkata "Jul, ini Katherin isteriku, kami sudah 1 tahun menikah dan kan segera mempunyai banyi cantik. Sekarang Katherine sedang hamil 2 bulan." Ucapnya seolah tahu apa arti kedanganku. Aku yang mendengar hal itu hanya bisa tertunduk. Saat itu aku tak bisa lagi memendam rasa sakitku. Lalu aku langsung beranjank dari tempat dudukku dan pergi meninggalkan rumah itu.

Dengan langkah terhuyun-huyun aku mencoba menapaki kakiku. Aku menangis dengan keras tanpa memperdulikan orang melihat wajahku dengan tatapan aneh. Saat itu aku hanya ingin mengungkapkan rasa sakit dan kecewaku. Sampai seseorang menghampiriku.

"Jul, aku minta maaf. Aku gak bisa kasih kamu jawaban apa pun. Aku juga gak punya jawaban yang kamu ingin dengar. Tapi aku hanya bisa bilang untuk yang terakhir kalinya aku cinta kamu Julie, aku sayang kamu. Tapi maaf aku bukan untuk kamu, aku sudah berubah. Aku kini tak seperti dulu, aku adalah lelaki beristri. Aku sudah menghempas semua kenangan kita, jauh sebelum aku ada di sini. Maaf kalu aku sudah mengecewakan kamu. Aku pilih jalanku bersama Katherine dan calon bayiku. Terima kasih karena kamu sudah mengisi hariku. Kamu adalah anugerah yang pernah aku dapat dalam hidupku. Aku akan menyimpan rasa cinta kau ke kamu hanya di dalam hati."

"Aku mungkin gak akan pernah bisa meraih kamu saat ini dan dan nanti, tapi yang jelas aku kecewa, aku gak akan singkirkan rasa cintaku ke kamu karena setelah ini gak akan ada kisah tentang aku dan kamu. Semua memang tak seperti dahulu. Kamu gak akan pernah lagi bisa panggil namaku Ri. Aku janji itu. Selamat ya kebahagian kamu menghancurkan hidupku." ucapku pada Arie sambil melangkah pergi menuju bandara dan memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

Di dalam pesawat aku hanya terdiam lemas, hatiku yang sakit membuatku tak dapat memikirkan apapun. Tapi satu hal yang pasti aku mendapat jawaban atas cintaku yang telah usai. Menyingkirkan masa lalu untuk memulai yang baru dengan cinta dan cerita yang baru dan kini aku dapat mengucapkan "Selamat Datang Cinta."


You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook