Akhir Cinta Karena Perbedaan

June 19, 2011

Tiga tahun yang lalu saya diperkenalkan dengan seorang pria oleh sahabatku Meta. Pria itu bernama Robert. Setelah merasa saling cocok, kami lalu berkencan beberapa kali, akhirnya ia menyatakan keseriusan berhubungan dengan saya, dan kami resmi pacaran.

Semula saya tidak berpikir akan menjalin cinta secara serius, karena kekasih saya itu warga negara asing. Dan awalnya kita hanya sekadar teman mengobrol. Namun lama kelamaan kami cocok dan kemudian jatuh cinta. Setelah resmi berpacaran, saya mulai berpikir tentang masa depan hubungan kami. Sempat terpikirkan bahwa kami bisa mempertahankan keyakinan kami sendiri-sendiri. Tapi ternyata keluarga saya tidak menyetujui hubungan kami.

Yang membuat saya bertahan menjalani hubungan saya dengan Robert adalah karena ia sangat mencintai saya. Saya buka perempuan yang sempurna secara fisik, namun ia bisa menerima saya apa adanya. Selain perbedaan keyakinan, ia lelaki pertama yang membuat saya melupakan masa lalu yang kelam dengan mantan pacar. Ia membuat saya kembali tertawa dan menghargai diri saya. Ia juga membuat saya merasa cantik sehingga kepercayaan diri saya kembali.

Dilema saya yang sangat berat saya alamai ketika saya mengetahui bahwa Robert adalah seorang atheis. Segala hal harus memiliki alasan yang masuk akal. Jika dia memang ingin serius dengan saya, maka ia harus memeluk agama sama dengan saya namun sebelum sampai sana, saya harus dapat membuat ia memahami pentingnya beragama di Indonesia.

Hal ini membuat saya harus berfikir dengan sangat matang dan mencari cara pendekatan yang sangat halus untuk memberikan penjelasan yang bisa diterima dengan akal sehat mengenai keimanan saya. Seperti ketika ia melihat saya salat, ia pernah bertanya, "Mengapa harus salat? Mengapa harus lima kali?" Dan cara saya membuat ia mengerti adalah dengan menjelaskan faktor logis bahwa dengan salat 5 waktu, seorang muslim diajarkan untuk disiplin waktu sekaligus membuat tubuh lebih sehat dengan gerakan salat sebagai olah tubuh.

Cara lain adalah membiasakannya untuk mengucapkan Assalamualaikum ketika menelpon atau bertamu. Penjelasan yang saya berikan adalah salam itu memiliki arti yang kurang lebih sama seperti God bless you dalam bahasa Inggris. Saya selalu mencari korelasi antara kebiasaan ibadah dalam Islam dengan budaya Barat agar ia mudah memahaminya. Saya juga menjelaskan bahwa dengan memeluk suatu agama di Indonesia, ia akan menjalani proses yang lebih mudah untuk mengurus surat izin tinggal, bekerja bahkan nanti jika kami menikah. Tetapi untuk saat ini, saya akan berkonsentrasi pada proses perpindahan kewarganegaraan dirinya menjadi WNI.

Satu hal yang membuat saya terkejut ketika ia mulai peduli dan menanyakan saya sudah salat atau belum, bahkan ia meminta saya mendoakannya. Selain itu ia sudah belajar untuk mengucapkan Assallamualaikum ketika menghubungi saya dan mengucap Bismillah dan Alhamdullilah. Saya tahu hasilnya masih sedikit sekali, namun saya percaya dia mulai mengerti tentang hal itu.

Saat ini tepat tiga tahun kami bersama, namun perkembangan hubungan kami tidak menunjukkan sesuatu yang mengarah positif untuk saya. Saya tahu dan sangat faham betapa egoisnya saya bila saya harus memaksakan seseorang untuk mengerti dan memahami saya, sedangkan saya tidak melakukan hal yang sama. Walaupun telah banyak pernikahan dengan dua keyakinan dan prinsip yang berbeda saat ini, namun hal itu masih menjadi momok untuk saya dan keluarga saya.

Kebimbangan selalu menghantui saya dimana harus memilih antara keluarga dengan kekasih. Perihal keyakinan adalah urusan yang sangat personal, saya tidak ingin memaksanya, namun saya hanya ingin menekankan bahwa keyakinan ini akan sangat berpengaruh besar pada hubungan kami.

Akhir dari keputusan saya saat ini adalah melepaskan apa yang kelak bukan menjadi milik saya dengan menerima kenyataan bahwa perbedaan ini yang akan memisahkan saya dengannya.

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook