Dia, Dia, Dia dan Dia (Semua Tentang Dia)

November 11, 2014

Mungkin aku tak pernah bisa memilih atau menukar laki-laki yang hampir 30 tahun hidup menemani perjalanan hidupku. Dia yang ketika aku mengeluh tak pernah bergeming memalingkan wajahnya ke arahku untuk berkata "kenapa nak?" atau berkata "anak manis gak boleh nangis".

Ketika aku diusia belia, aku selalu melihat ke arah panggung penonton untuk memastikan laki-laki itu berada dibarisan penonton sekedar menepukkan kedua tanggannya atau hanaya duduk tersimpuh melihatku, bahkan aku tak pernah perduli dimana ia akan menyandarkan tubuhnya, tapi lagi-lagi aku tak pernah mendapatinya. Aku hanya anak sekolah taman kanak-kanak yang tidak mengerti bahkan tak mau mengerti makna kata sibuk. Aku hanya tahu bagaimana aku harus bahagia.

Ketika aku di banganku sekolah dasar, aku yang rapuh berharap mendapat pembelaan ketika aku berseteru dengan teman sekelasku atau sebaya denganku, bukan kata-kata bijak yang aku tak akan pernah mengerti. Dan diusia remaja, ketika semua orang mengucapkan selamat dan bangga atas prestasiku, dia adalah sosok yang tak pernah bergeming sekedar mengucap kata-kata manis sebagai untaian selamat padaku. Sampai aku berada dimasa tertinggiku, tak ada untaian kata-kata yang selalu aku ingin dengar. Hanya ada satu kata yang selalu terdengar adalah "hidup itu keras dan perlu kerja keras dengan tekun. Kamu tidak hidup untuk sia-sia, maka kamu harus hidup dengan berjuang."



Terasa membosankan jika aku selalu mendengarnya. Dan satu hal lagi yang selalu mengingatkanku tentang nasehatnya "jagalah langkahmu, jangan sampai saya terinjak oleh kakimu." entah apa yang ia maksud aku tak pernah hiraukan sampai aku bertemu dengan orang yang berkata persis seperti itu. Aku hampir muak mendengarnya. Sampai aku tahu betapa berharganya nama baik dan harga dirinya yang ia letakkan di bawah telapak kakiku hingga aku tak menyadari aku akan menginjaknya ditempat terendah.


Dari semua itu, aku lupa satu hal. Aku tak pernah sedikit pun kehilangan kehangatan cinta darinya. Saat aku harus terhuyung lelah setelah turun dari bus, laki-laki itu selalu setia menanti kehadiranku untuk pulang. Saat aku menangis karena tak terlelap, dia datang menghampiriku untuk sekedar bernyanyi kecil agar aku terlelap. Kenapa aku harus terusik hanya karena aku harus bersusah payah berjuang dalam hidupku sendiri yang memang harus aku lakukan. Dia tidak datang untuk selalu memujaku, ada kalanya dia berdiri di belakang hanya untuk memperhatikanku dari tempatnya yang jauh memastikan aku memenangi hidupku sendiri.


Dia yang ketika aku sapa harus dengan lembut. Dia yang selalu harus aku hadapi ketika aku pulang terlambat. Dia yang membiarkan aku tidur di teras rumah. Dia adalah ayahku yang tanpa bosan aku harus memanggilnya ayah untuk ribuan kata dan moment kehidupan. Dia adalah laki-laki yang tidak dapat aku tawar untuk ditukar dengan laki-laki lainnya. Dia yang ketika akhir hidupnya berkata bangga padaku. Dia yang mencintaiku dengan lembut dan tegas. Dia yang menjadi cermin ketika aku memilih jodohku. Dia yang selama ini menjadi rambu untuk jalanku. Dia, dia, dia dan dia...

Satu hal yang sekarang ingin aku katakan padanya adalah I wanna dance with my Father again and again.



Yang sangat terasa sampai detik ini adalah, aku senang dan bangga menjadi putrimu. Aku tidak harus menjadi besar hanya untuk membuatmu bahagia, Aku hanya perlu menjadi gadis kecilmu yang selalu ada di dekatmu. Bernyanyi bersama, tertawa, bermain dan belajar tentang arti hidup.

Ayah, inilah aku yang tak pernah berkata cinta padamu, namun jauh di dalam lubuk hatiku "aku mencintaimu" terkadang, sebuah kata tak cukup manis untuk menggambarkan rasa cintaku, namun doa yang aku panjatkan akan lebih indah untukmu.

The Greatest gift I ever had come from God, and I call him 'Dad'
Happy Father's Day! 



You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook